Sabtu, 25 Maret 2017

Kau bilang aku hanya harus menunggu, tapi..

Sore itu hujan begitu deras, sama seperti berbelas tahun yang lalu saat terakhir kali bertemu di bulan Desember. Aku ingat saat kau mengayuh sepeda merahmu lalu berdiri di depanku. Matamu sembab seperti habis menangis, tapi kau tetap tersenyum dan entah mengapa ada perasaan sedih menjalar keseluruh tubuhku. Aku merasa asing dengan perasaan itu. Yang ku tahu tidak peduli sebasah apapun pakaianmu, tidak peduli seberantakan apa rambutmu, Aku hanya ingin memelukmu dan memastikan bahwa..

"Kau hanya harus menungguku"


Semuanya berawal dari perkenalan singkat saat usiaku 13 tahun. Seorang anak laki-laki sambil menenteng sepedanya menghampiriku sambil tersenyum. Matanya begitu bulat, wajahnya manis, membuatku tidak sanggup menolak uluran tangannya. Dan saat itu dia memperkenalkan dirinya sebagai Dimas.


Semenjak hari itu aku dan Dimas sering bertemu di sekolah, dia orang yang menyenangkan dan penyabar luar biasa. Tidak peduli dengan rumor yang beredar tentangku, tidak peduli betapa anehnya cara bicaraku. Saat itu hanya dia satu-satunya yang rela memapahku hingga sanggup berdiri kembali.

Dunia terasa begitu sederhana karena kami tidak butuh uang yang banyak, kami tidak butuh hingar bingar, dalam pikiran kami yang sederhana itu hanya bersepeda dan pergi ke tempat favorit kami saja sudah menyenangkan. Itu bukan tempat mewah dengan sorotan lampu atau banyak orang didalamnya, hanya sebuah tempat dengan pemandangan gunung dan sawah sepanjang matamu memandang. Tapi disanalah kami sering menghabiskan sore.

Usianya yang setahun lebih muda membuat pola pikirku berubah. Aku tak harus memaksakan diri sedewasa anak-anak lainnya, cukup menikmati apa yang aku punya dan bersenang-senang dengannya sudah cukup, karena memang seharusnya begitu. Usiaku belum 17, lalu apa yang harus aku takutkan selain kehilangan moment bermain?
***

Dua pasang mata saling menatap dalam diam. Sebuah buku dan secarik kertas tergeletak manis di depan mereka. Sesekali si wanita memperhatikan sampul buku berwarna coklat yang sudah mulai menghitam itu, ia ingat betul pria yang kini ada di depannya bukan tipikal orang yang senang membaca buku. Iapun menarik buku tersebut dan mulai membacanya...


"Aku sudah menunggu untuk datangnya hari ini, cukup lama hingga aku khawatir kamu tidak lagi mengingatku. Mungkin kata 'kita' itu tidak lagi ada, tapi kenangannya selalu punya tempat tersendiri.. di hatiku"
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar